M-Galeri, Pohuwato – Hadirnya Wilayah pertambangan Rakyat (WPR) di Kabupaten Pohuwato bagaikan angin surga bagi para penambang emas tradisional. Kenapa tidak?, Bertahun-tahun menunggu kepastian dari WPR itu sendiri, akhirnya bakal menikmati pertambangan yang aman, nyaman, dan legal.
Tidak berehenti sampai di situ, WPR juga harus di barengi dengan adanya Izin Pertambangan Rakyat atau sering di sebut IPR. Modal seorang penambang tradisional iyalah mengantongi IPR, agar bisa memudahkan aktivitas pertambangan secara tradisional di wilayah yang sudah di tentukan pemerintah.
Sebagaimana Izin pertambangan rakyat (IPR) diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengenai pertambangan mineral dan batubara.
Dikutip dari berbagai sumber, seperti Hukum Online, sippn.menpan.go.id, Tribun Jogja, dan Hukum Pertambangan.com, pemegang IPR tidak diperbolehkan dengan alasan apapun melakukan aktivitas pertambangan menggunakan Alat berat dan bahan peledak. Hal itu tertuang pada persyaratan teknis berupa surat pernyataan pengajuan IPR.
Dilansir dari media Kontan.co.id, Pada dasarnya, IPR tidak sembarangan begitu saja diterbitkan oleh pemerintah daerah. Ini mengingat kelompok masyarakat yang dimaksud dalam RUU Minerba adalah mereka yang memiliki keterbatasan dalam teknologi pertambangan.
“Kalau sudah pakai alat berat, bukan pertambangan rakyat lagi namanya. Tidak bisa diberikan IPR,” kata Bambang Gatot Ariyono kala itu masih menjabat Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM.
Menurutnya, pengawasan dari pemberi izin IPR harus seteliti mungkin. Hal ini untuk menghindari adanya oknum-oknum yang melakukan penambangan ilegal dengan mengatasnamakan rakyat.